Tahun 2010, adalah tahun pertama
Deden berstatus santri di Pondok Pesantren Miftakhul Jannah . Keluguan dan kesopanannya menjadi ciri khas tersendiri
baginya. Sewaktu di rumah, Ibunya yang hanya bekerja sebagai penjual roti memberi
sebuah bisikan agar Deden harus menjadi anak yang bermanfaat dan selalu
membanggakan kedua orangtuanya lebih-lebih ayahnya yang telah meninggal karena
kecelakaan lalu lintas 2 tahun yang lalu. Deden masuk di sebuah sekolah
menengah ke atas yang memiliki kredibilitas tinggi di mata masyarakat. Sebut
saja SMA Miftakhul Jannah yang dikepalai langsung oleh Ketua Umum Pondok
Pesantren Miftakhul Jannah, K.H. Septha Rully. Deden masuk dengan bantuan orang tua teman SMP nya yang merasa prihatin
dengan kondisi Deden. Deden memulai tahun pertamanya dengan susah. Dia dijejali
ilmu-ilmu kepondokan seperti tajwid, nahwu, shorof dll yang belum pernah ia
pelajari sebelumnya. Ditambah pula dengan materi-materi nasional yang memang
sejak awal tidak dikuasai dengan baik oleh Deden apalagi pelajaran Matematika
yang setiap ulangannya Deden selalu mendapat nilai tidak lebih dari 35. Nilai-nilai
tragisnya selalu menjadikan Ibunya khawatir bahwa Deden akan di Drop
Out dari SMA Favorit yang berada di kawasan Pondok Pesantren
tersebut. Tetapi di hati kecilnya, Deden tetap bersabar dan bersyukur bahwa dia
dapat mengeyam manisnya ilmu seperti sekarang ini.
Dia teringat akan
tetangganya Badu, yang hingga saat ini hidup sebatang kara dan belum pernah
sekolah sekalipun, membacapun Badu tidak mampu. Kehidupan Badu itulah yang
terkadang membuat Deden semakin kuat dan tegar akibat rasa syukurnya akan
kondisinya sekarang ini walaupun keluarganya dalam keadaan tidak mampu selepas
ditinggal ayahnya. Deden menjalani hari-harinya di ponpes dengan sabar, dia
tetap berusaha walaupun hasil akhirnya cukup mengecewakan. Dia berharap akan ada
bantuan dari sang Khaliq agar dirinya dapat menjadi seperti apa yang telah
dibisikkan oleh ibunya sebelum Deden dikirim di Pondok Pesantren.
Pada suatu malam, Deden teringat
akan kondisi kyainya. Walaupun sang kyai terlihat sangat sederhana tetapi
pondok pesantren yang dimiliki beliau adalah salah satu pondok pesantren
terkenal di Jawa. Deden penasaran akan amalan apa saja yang dilakukan pak kyai
sehingga beliau diberi berbagai kecukupan walaupun hanya berprofesi sebagai guru
semata. Karena penasaran, akhirnya malam itu juga kira-kira pukul 01.45 WIB
Deden nekad memata-matai rumah pak Kyai.
“Den, kamu mau kemana malam-malam
gini”, Tanya Danu teman sebelah bed
nya,
“Enggak jauh-jauh, Cuma mau ke
kamar mandi aja kok”, jawab Deden dengan gugup.
“Ya sudah, pokoknya kamu nggak
usah keluar jauh-jauh banyak keamanan di luar”. Tutur Danu
“Oke Dan,”Jawab Deden
Dengan langkah menjinjit Deden
keluar meninggalkan asrama kecilnya, Dia sembunyi di balik pohon mangga di
depan rumah pak kyai. Tetapi Deden sepertinya mengurungkan niatnya karena di
depan rumah pak kyai ada 3 orang keamanan yang sedang menjaga rumah pak kyai.
Akhirnya Deden meninggalkan wilayah rumah pak kyai .Karena suasana malam yang
sangat dingin, tiba-tiba Deden merasa ingin buang air kecil. Akhirnya Deden
menuju ke kamar mandi tempat santri asrama Deden tinggal. Kamar mandi tersebut
berada di luar wilayah asrama. Deden melepas hajatnya di sebuah bilik yang
bersekat dari kamar mandi tersebut. Tiba-tiba Deden merasa merinding karena
terdengar suara orang menggosok-gosok lantai kamar mandi dengan sikat. Dia
bingung, siapa yang mau membersihkan kamar mandi larut malam seperti ini?.
Dengan memberanikan diri, akhirnya Deden keluar dari bilik kamar mandi dan
mengintip ke bilik sebelahnya. Alangkah kagetnya Deden melihat pak kyai dengan
mengenakan kaos oblong dan celana pendek
sedang membersihkan kamar mandi. Sungguh kejadian yang sangat menakjubkan. Sebelumnya
dia juga sempat berpikir tentang siapa yang rela membersihkan kamar mandi
seluas itu dan kapan hal itu dikerjakan. Dia tidak merasa bahwa ada jadwal
piket untuk membersihkan kamar mandi ataupun petugas tersendiri untuk
membersihkan kamar mandi dan ternyata yang melakukan pekerjaan itu adalah
ketua umum dari ponps yang ia bangga-banggakan.
Dia mulai berpikir, mungkin
amalan itulah yang menjadikan pak kyai bisa sesukses itu.
Tanpa berpikir panjang, dengan
niatan ingin berbakti kepada pak kyai, keesokan harinya Deden datang lagi ke
kamar mandi tersebut lebih awal satu jam dari waktu dimana pak kyai biasanya
membersihkan kamar mandi. Deden membawa peralatan membersihkan kamar mandi lengkap.
Deden dengan bersemangat membersihkan setiap bilik dari kamar mandi tersebut,
di lubuk hatinya tersimpan rasa ikhlas untuk membantu kyainya yang telah
berjasa dalam perjuangannya dan teman-temannya dalam menuntut ilmu. Di samping
itu di saat tidak ada keamanan di wilayah rumah pak kyai, Deden selalu
mengambil daun-daun kering dan buah busuk yang berguguran dari pohon mangga
milik pak kyai.
Setiap pak kyai ingin melakukan
rutinitas beliau di kamar mandi, kamar mandi selalu sudah bersih atau bahkan lebih
bersih dari biasanya. Di samping itu pula pak kyai tertegun melihat halaman
rumahnya yang setiap hari selalu bersih. Di dalam hati pak kyai bingung tetapi
terselip do’a yang beliau panjatkan terhadap siapa yang melakukan kebaikan ini.
Hingga akhirnya Deden mengistiqomahkan kegiatan itu sampai ia hampir lulus. Di
hari-hari menjelang kelulusannya Deden belum bisa menguasai ilmu-ilmu
kepondokan dan ilmu nasional dengan baik. Nilai ujian nasional bisa dibilang
no.1 dari belakang, tetapi untungnya Deden tetap dinyatakan lulus. Walaupun
seperti itu Deden masih bersyukur dan dia yakin suatu saat nanti akan menjadi
orang bermanfaat dan mampu membanggakan kedua orang tua. Di hari akhir dimana
besoknya adalah hari terakhir Deden menimba ilmu di Ponpes Miftakhul Jannah,
Deden meninggalkan surat di depan rumah pak kyai, isi surat tersebut adalah:
“Assalamualaikum wr.wb. Pak Kyai yang sangat saya cintai. Saya
adalah murid pak Kyai yang merasa belum dapat apa-apa selama tiga tahun mondok
di sini. Ilmu tajwid, nahwu shorof, tauhid belum bisa saya kuasai dengan baik.
Tetapi saya sangat bangga dapat mondok di sini, karena saya banyak mendapat
ilmu tersirat tentang perjuangan hidup. Maaf saya pernah mengamati amalan pak
kyai setiap malam pukul 01.45 di kamar mandi. Maksud saya meniru amalan Pak
Kyai adalah semata ikhlas lillahi ta’ala ingin berbakti kepada Pak Kyai bukan
karena tujuan apa-apa. Saya berharap pak kyai ridlo dengan apa yang telah saya
perbuat karena saya yakin akan keajaiban Allah atas keta’dziman santri terhadap
guru. Maaf Pak Kyai jika saya tidak bisa banyak membanggakan Pak Kyai, tetapi
saya selalu mendo’akan Pak Kyai agar Pak Kyai selalu dilindugi Allah swt”
Membaca surat itu, Pak Kyai
meneteskan air mata dan benar-benar kagum akan usaha Deden. Jarang ada santri
beliau yang sangat berbakti seperti Deden. Di lubuk hati yang terdalam Pak Kyai
berdo’a dengan tulus kepada Allah swt semoga di masyarakat Deden menjadi orang
yang bermanfaat dan orang tuanya menjadi bangga kepadanya. Ternyata do’a yang
dipanjatkan Pak Kyai terkabul, Deden pun setelah mengulang-ulang materi yang
diberikan para asatidz dulu, mampu ia kuasai dengan cepat. Nahwu shorof,
tajwid, tauhid, fiqih dsb mampu dia kuasai dengan baik. Dan hingga suatu hari
dia berhasil menikahi seorang putri kyai dan menjadi salah satu pengasuh di
pondok pesantren milik istrinya.
0 komentar:
Posting Komentar